Jumat, 08 Mei 2009

Kangen Ayah


Seperti biasa Alex, Manager di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Johanes, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.

“Kok, belum tidur?” sapa Alex sambil mencium anaknya. Biasanya, Jo memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Jo menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”

“Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”

“Ah, enggak. Pengen tahu aja.”

“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?”

Jo berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Alex beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Jo berlari mengikutinya.

“Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 40.000,- dong,” katanya.

“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,” kata Alex. Tetapi Jo tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, Jo kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?” “Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini?
Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”

“Tapi, Ayah…” Kesabaran ALex habis. “Ayah bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Johanes. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Alex nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Johanes di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Johanes didapatinya sedang berdoa lirih sambil terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya. "Ya Tuhan Yesus, Johanes kangen ayah"

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Alex berkata, “Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Jo. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok’ kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun ayah kasih.”

“Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.”

“Iya,iya, tapi buat apa?” tanya Alex lembut.

“Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku hanya mau peluk Ayah tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah Rp. 5.000, Setengah jam saja aku mau beli waktu Ayah.” kata Jo polos.

Alexi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.

2 komentar: