Kamis, 28 Mei 2009

Pergulatan Iman Seorang aktivis perempuan menjadi Katholik

Renungan : Pergulatan Iman Seorang aktivis perempuan menjadi Katholik
20 Mei 2009 jam 12:12 | Sunting Catatan | Hapus
Intro :
Pendidikan Agama Jangan Menakut-nakuti

"Jadi bacaan-bacaan wirid itu, bacaan-bacaan doa novena dalam agama Katolik, dan bacaan-bacaan yang keluar dari dalam hati saya sendiri, saya pikir sama-sama didengarkan oleh Tuhan. Poin yang ingin saya sampaikan: kalau kita menjalankan nilai-nilai yang inti dan universal dalam suatu agama, kita tidak akan pernah bentrok dengan agama apapun."

Ada banyak faktor yang memengaruhi seseorang dalam memutuskan pilihan agama. Juga saat ia berkeputusan untuk beralih agama. Faktor itu bisa ditemukan dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar di mana ia tumbuh dan mendapat pendidikan keagamaan. Tidak kalah penting adalah faktor internal dalam di sanubari orang itu sendiri. Faktor internal dan eksternal kemudian menjelma sebuah keputusan. Dan saat keputusan keimanan dibuat, tentu ada pergulatan iman yang tidak ringan. Rabu (24/12/2008), Novriantoni Kahar dari Jaringan Islam Liberal (JIL) mengorek pergulatan iman Budhis Utami, seorang aktivis perempuan, pegiat LSM Kapal Perempuan, Jakarta. Berikut wawancaranya:

JIL: Sebagai unit sosial terkecil, keluarga berperan signifikan dalam perjalanan kehidupan keagamaan seseorang. Seperti apakah latar belakang keagamaan keluarga anda semasa kecil?

Saya berasal dari Jember, Jawa Timur. Teman-teman pasti tahu Jember itu basis keagamaannya apa. Keluarga saya dan seluruh orang di kampung adalah Islam dan NU (Nahdlatul Ulama). Keluarga saya juga Islam, meski secara politis kakek punya afiliasi dengan Partai Nasional Indonesia (PNI). Tapi bapak saya sangat NU meskipun masih memilih PDI waktu itu. Belakangan bapak memilih Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) karena faktor Gus Dur. Mati-hidup dia ikut Gus Dur. Ibu saya anggota Muslimat NU meskipun tidak terlalu aktif. Minimal ikut pengajian-pengajian. Kakek saya dari garis ibu berasal dari Madura. Beliau ini sangat displin mengajar saya mengaji.

Jadi saya cukup fasih membaca surat al-Fatihah, al-Ikhlash, al-Falaq, al-Nas dan lainnya. Kakek juga sangat disiplin memberi pendidikan agama. Jadi kalau kakek datang ke rumah saya di Jember, tiap subuh dia nggedor-nggedor pintu kamar supaya bangun salat, meski setelah bangun pura-pura ke kamar mandi, lalu masuk kamar dan tidur lagi. Poin yang ingin saya sampaikan adalah: latar belakang Islam dan NU itu sangat kental dalam keluarga saya.

JIL: Bagaimana pula dengan latar belakang keagamaan lingkungan sosial anda?

Saya melihat lingkungan tempat saya tinggal itu sangat kuat keislamannya. Tempat saya tinggal itu dekat hutan. Banyak orang berburu babi hutan. Nah, kalau ada orang yang berburu babi, akan dibilang orang Kristen. Karena babi hutan dalam Islam haram hukumnya. Dari situlah saya melihat bahwa sebenarnya lingkungan tempat saya tinggal itu memang sangat kuat keislamannya.

JIL: Bagaimana dengan internalisasi nilai-nilai agama semenjak anda kecil?

Waktu kecil, bapak-ibu saya bercerai. Jadi saya ikut keluarga paman yang memeluk Islam, meski bukan dari jenis Islam yang taat. Paman saya punya enam anak, tujuh dengan saya. Di situ saya belajar mengaji. Keluarga paman sendiri lebih menekankan bagaimana orang harus berbuat baik. Dari situ saya berpikir, apakah ini yang disebut dengan Islam abangan? Tapi kenapa anak-anaknya juga disuruh mengaji, termasuk saya?! Tapi paman memang orang yang disiplin. Dia kepingin anak-anaknya, termasuk saya, mendapatkan pendidikan yang ketat. Maka dia menyekolahkan kami di sekolah Katolik.

Tapi di antara kami bertujuh, hanya tiga orang—saya dan dua kakak sepupu saya—yang kemudian memilih untuk masuk Katolik. Jadi kalau dalam keluarga, sayalah yang pertama kali masuk Katolik. Itupun melalui sebuah proses panjang dan tidak segera disetujui oleh gereja Katolik. Sebab kalau mau masuk Katolik, harus mengikuti pendidikan agama yang panjang dulu. Saya harus jadi katekisasi (orang yang menerima pengajaran mengenai prinsip-prinsip agama Kristen sebagai persiapan menuju pembaptisan) dulu selama satu tahun. Saya mengikutinya sampai tiga kali. Dari dua sebelumnya, saya masih belum berhasil dibaptis. Sebab ada peraturan, untuk bisa dibaptis, anak-anak harus mendapat persetujuan orangtua.

Tentu saja paman dan orang tua saya tidak setuju. Tapi saya tidak mau konfrontasi dengan mereka. Saya memutuskan untuk konsentrasi belajar saja. Sebab waktu SMA nilai saya jelek, karena mesti juga belajar semua agama; belajar Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Saya benar-benar stres waktu SMA dulu mempelajari empat agama.

JIL: Dengan latar belakang keluarga dan lingkungan yang demikian kuat Islam dan NU-nya, bagaimana reaksi yang muncul ketika anda memutuskan pindah dari Islam dan memilih Katolik?

Reaksi yang keras pertama kali datang dari Ibu. Karena ibu saya ini memang betul-betul mendapat didikan dari kakek. Kakek saya rajin mengajar ngaji di mushalla. Waktu itu ibu bilang begini: “Kalau kamu masuk Kristen, saya tidak akan membiayai kamu!” Padahal setelah bapak-ibu bercerai, satu-satunya harapan saya untuk bisa sekolah adalah ibu. Akhirnya saya nurut saja. Sementara paman saya—yang saya sebut abangan itu—bilang begini: “Kamu jangan masuk Kristen, tetap saja di Islam. Orang itu tidak penting agamanya. Yang penting adalah perbuatan baiknya.” Itulah yang membuat saya bisa berkrompomi waktu itu. Dalam hati sendiri saya bilang, “Iya ya, saya masih SMP. Ya sudahlah saya fokus belajar aja. Gereja toh juga tidak akan membaptis saya kalau tidak ada persetujuan orang tua.”

Beberapa tahun kemudian saya naik SMA. Sewaktu SMA tekanannya masih sama. Respon gereja masih sama, karena keluarga saya masih belum memberikan persetujuan. Bapak saya masih diam saja, tidak berkomentar. Nah, ketika sudah berusia 23 tahun dan sudah satu tahun setengah ikut pelajaran agama Katolik, gereja tak kunjung mau membaptis saya gara-gara di dalam surat pernyataan itu tidak ada tanda tangan orang tua. Akhirnya saya balik marah ke gereja. Saya bilang begini: “Saya kan sudah berusia 23 tahun. Saya bisa mengambil keputusan sendiri dong! Tidak perlu persetujuan orang tua. Saya tidak mungkin memaksa ibu saya. Dan kalau gereja tidak mau membaptis saya, biar Yesus saja yang membaptis saya!” Saya bilang demikian ke gereja.

JIL: Bagaimana pula relasi anda dengan keluarga setelah pembaptisan itu? Apakah ada kekhawatiran muncul gap atau jarak pemisah antara anda dan keluarga?

Ya, ada kekhawatiran seperti itu. Waktu saya dibaptis, pada akhirnya saya merasa ada sesuatu yang jauh antara saya dan keluarga. Saya sudah mencecap banyak hal tentang Katolik, sementara orang tua saya adalah orangtua di kampung yang tidak tahu-menahu soal-soal demikian. Jadi saya merasa ada semacam gap atau jarak. Tapi saya sudah berjanji pada ibu waktu itu: saya pindah agama biar saya baik; baik pada orang tua, hormat dan berbakti kepada orangtua, baik pada sesama. Menghormati orang, siapapun dia, apapun latar belakang agamanya, kelasnya, dan seterusnya. Itulah yang saya pegang, dan itulah yang saya yakini sebagai sesuatu yang universal dari agama.

Jadi spirit itu yang saya ambil. Dan saya pikir spirit itu ada dalam semua agama. Saya punya teman Islam, teman-teman Budha, Hindu, dan sering berdialog dengan mereka. Ternyata mereka punya spirit yang sama. Karenanya, ketika saya masuk Kristen dengan segala perubahan-perubahan yang ada pada diri saya, ibu kemudian tidak marah dan bisa menerima saya. Meskipun kadang-kadang ibu saya—dengan logat Maduranya yang membuat saya ketawa—sering bilang: “Kamu itu kafir, pengikutnya Fir’aun!” Tapi saya tidak tersinggung. Saya justru ketawa aja sambil menimpali balik: “Ibu, di mana-mana orang Kristen itu pengikutnya Isa, bukan pengikutnya Fir’aun.” Jadi, saya bawakan secara rileks saja. Mau dibilang kafir, mau dibilang apapun, saya cuma ketawa. Yang penting saya berusaha menjadi pribadi yang baik. Saya berusaha bertanggung jawab, tidak merepotkan orangtua. Itu inti yang saya pegang. Kemudian di luar itu, orang mengatakan segala macam, saya tidak marah, tidak tersinggung.

JIL: Apakah anda cukup yakin bahwa pihak keluarga tidak menyayangkan keputusan yang anda pilih dan merelakan anda sepenuhnya?

Waktu itu, buat ibu dan bapak, relatif sudah tidak ada masalah. Terutama bapak. Dia punya guru, seorang kiai, namanya Kiai Mahmud (almarhum), yang bisa dibilang kiai besar untuk ukuran kampung saya. Kiai itu bilang ke bapak saya: “Pak Bun (nama bapak saya), biarkan aja anakmu mau masuk Kristen, mau masuk Islam, mau masuk apa, yang penting dia sungguh-sungguh meyakini agamanya dan menjalankannya!” Itu yang membukakan hati bapak saya untuk kemudian membiarkan saya berpindah agama dan tidak pernah mempersoalkan lagi.

JIL: Taruhlah urusan dalam keluarga beres. Tapi kadang-kadang lingkungan menjadi tekanan bagi keluarga dan juga anda sendiri. Mungkin mereka menyebut anda mengkhianati keluarga dan sebagainya. Bagaimana respon lingkungan sekitar?

Dalam konteks keagamaan yang saya pahami dan saya jalankan, saya sama sekali tidak merasa mengkhianati orangtua saya. Bahkan dalam banyak hal, saya selalu dijadikan contoh bagi anak-anak bapak saya dari istri keduanya. Karena di dalam keluarga, saya tidak pernah membawa embel-embel agama. Tapi perbuatanlah bagi saya yang lebih penting; bagaimana saya membantu orangtua dan adik-adik saya agar bisa sekolah. Dan saya memperjuangkan itu semua tanpa syarat. Misalnya mereka harus berbuat baik pada saya, harus ada imbalan dan lain-lain. Tidak. Ketika orang harus membantu, ya bantulah. Ketika orang harus berempati, ya berempatilah. Dan saya yakin semua agama pasti mengajarkan demikian. Karena itu, lingkungan saya tidak pernah melihat saya sebagai Budhis yang Kristen, sebagai Budhis anaknya si A atau si B.

JIL: Di samping memutuskan untuk pindah agama yang menuai pro dan kontra di lingkup keluarga sendiri, anda juga memutuskan untuk melaksanakan nikah beda agama. Bagaimana respon keluarga dan teman-teman anda saat itu?

Waktu saya mau menikah dengan suami saya yang Islam, paman datang dan bilang: “Mbok ya kamu kembali lagi ke Islam. Toh suamimu juga Islam!” Saya bilang: “Ketika saya beragama Kristen, apa paman melihat ada perubahan dalam diri saya?” Dia bilang, tidak. “Ya sudah, clear kan!” saya bilang begitu. Lantas suami saya bilang ke paman: “Saya bisa menerima dia apa adanya kok!” Saya sendiri waktu itu diledek dan ditakut-takuti sama teman-teman. Tapi di dalam hati saya bilang begini: “Lho kalau saya tidak boleh menikah dengan dia karena beda agama, padahal saya mencintainya dan ingin hidup bersamanya, terus gimana?” Apakah saya dipaksa untuk jatuh cinta dengan orang lain yang sama agamanya? Kan tidak bisa. Ini kan soal perasaan.

JIL: Bagaimana anda tetap bisa melangsungkan pernikahan beda agama tersebut? Bukankah undang-undang perkawinan kita tidak membenarkan pernikahan beda agama?

Ya, awalnya ada semacam dilema dengan hukum negara kita. Tapi bagi saya yang penting, dalam Katolik pernikahan beda agama diperbolehkan. Jadi ada dispensasi untuk menikah berbeda agama. Tapi memang harus menikah di dalam gereja Katolik. Tapi, waktu itu memang ribet sekali, karena saya tinggal di Yogyakarta, KTP saya Jakarta. Kemudian saya akan menikah di Jember, dan saya dibaptisnya di Jember. Jadi memang harus mengurus surat baptis, pendaftaran, dan segala macam. Secara organisasi, Katolik itu memang sangat ketat. Nah, karena urusannya cukup ribet, akhirnya saya memilih menikah secara Islam. Saya sendiri tetap Katolik. Dan keluarga maupun suami saya mendukung tidak perlu ada yang berpindah agama dan tidak perlu ada yang harus mengubah keyakinan. Jalanin aja masing-masing.

JIL: Dalam pernikahan beda agama, pasti banyak sekali perbedaan-perbedaan yang harus ditanggulangi. Bagaimana anda mengatasi perbedaan-perbedaan pada level konsep keagamaan, misalnya?

Ketika memilih suami, saya berprinsip suami harus punya perspektif yang sama dengan saya. Harus sama-sama punya perspektif pluralis, bisa menerima orang yang berbeda keyakinan untuk hidup bersama. Kalau saya tidak bertemu dengan laki-laki seperti itu, ya saya tidak mau. Karena bagi saya, tidak boleh ada pemaksaan dalam sebuah relasi perkawinan, termasuk pemaksaan untuk berubah keyakinan. Jadi bagi saya tidak bisa hanya berdasarkan cinta, perasaan menggebu-gebu dan berbunga-bunga saja. Tapi juga harus ditimbang-timbang cocok-tidaknya dalam hal perspektif, konsep, dan visi ke depannya. Sebab kalau tidak punya perspektif, konsep atau visi yang sama, apa bisa kita bertahan terus dalam relasi demikian?

Nah, alhamdulillah suami saya punya perspektif yang sama dengan saya. Maka kami relatif tidak mengalami hambatan di level konsep keagamaan. Kami berdua tidak melihat dengan serius perbedaan keyakinan kegamaan kami berdua. Makanya, ketika suami saya sakit dan saya harus berdoa dengan cara Islam, dengan senang hati saya melakukannya. Waktu itu ada yang kasih tahu ke saya, kalau mau suami saya sembuh, saya harus me-wirid-kan al-Fatihah 21 kali, al-Ikhlas 16 kali, al-Falaq 16 kali, dan al-Nas 16 kali. Meski wirid surat itu saya baca dalam bahasa Indonesia, tapi saya yakin Tuhan pasti tahu maksud seluruh bacaan wirid saya.

Di samping baca wirid, saya juga melakukan doa novena (doa pribadi atau doa bersama selama sembilan hari berturut-turut yang dipanjatkan guna mendapatkan suatu rahmat khusus). Jadi doa saya bisa dibilang doa yang “hybrid”. Sampai pada akhirnya ketika suami saya sudah dalam kondisi kritis, saya berdoa pakai cara sendiri: “Tuhan, suami saya sudah kritis, tunjukkan cara yang terbaik, pilihkan yang terbaik untuk dia!” Saya tidak pakai lagi surat-surat Alquran, tidak lagi pakai doa novena, betul-betul berdoa dengan cara saya sendiri. Dan doa saya terjawab dua jam kemudian; suami saya meninggal dengan tenang sekali dan saya mendampinginya.

Jadi bacaan-bacaan wirid itu, bacaan-bacaan doa novena dalam agama Katolik, dan bacaan-bacaan yang keluar dari dalam hati saya sendiri, saya pikir sama-sama didengarkan oleh Tuhan. Poin yang ingin saya sampaikan: kalau kita menjalankan nilai-nilai yang inti dan universal dalam suatu agama, kita tidak akan pernah bentrok dengan agama apapun. Termasuk dengan suami saya. Berantemnya ya persoalan pembagian pekerjaan dalam rumah tangga. Tidak pernah berantem masalah agama.

JIL: Kalau anda refleksikan ulang sekarang, faktor-faktor apa sebenarnya yang mempengaruhi anda untuk menganut agama tertentu dan tidak yang lainnya?

Sebenarnya saya sendiri juga bertanya-tanya, seberapa jauh pendidikan enam tahun yang saya jalani di institusi Katolik mengkonstruksi iman saya? Padahal saya tidak pernah mengikuti pelajaran agama dengan sungguh-sungguh. Jadi kalau ada pelajaran agama Katolik, yang bukan Katolik itu keluar. Artinya saya juga tidak dimasuki oleh agama itu. Lantas saya juga bertanya-tanya tentang faktor lingkungan. Lingkungan saya Islam. Saya diajari Islam. Tapi kok saya tidak tetap di Islam dan malah pindah ke Kristen?

Dulu ketika saya belum mengenal Islam dan ketika sudah mempelajarinya, saya berpikir kok Islam itu galak banget ya. Apa-apa ada hukumannya. Kalau mati nanti ada azab neraka jika kita tidak taat dalam beragama. Bayangan neraka itu luar biasa menakutkan bagi saya. Dan saya tidak menemukan itu di Katolik. Karena surga dan neraka itu jarang dibicarakan. Yang sering dibicarakan adalah bagaimana relasi kita dengan sesama dengan penuh kasih dan sebagainya. Saya lantas berpikir, kok enak ya agama ini?! Mungkin ini salah satu yang mendorong saya untuk memilih Katolik.

Tapi saya benar-benar bingung. Saya kelas 3 SMA waktu itu. Dengan kondisi penuh kebingungan itu, di dalam hati saya berdoa: “Tuhan, tolong tunjukkan yang terbaik pada saya. Saya kepingin hidup saya baik.” Waktu itu saya benar-benar sudah pasrah.

JIL: Apakah anda merasa itu adalah pilihan terbaik dari Tuhan dan kini anda merasa sebagai true believer di agama Katolik?

Sampai sekarang, saya sendiri tidak tahu. Saya juga tidak tahu kenapa saya tetap memilih itu. Mungkin ada hal-hal yang menyentuh hati saya di dalamnya, misalnya ajarannya yang menekankan kasih. Juga dalam beberapa hal, Katolik itu kini agak lebih terbuka. Misalnya pastor-pastor di gereja biasa mengucapkan assalamu’alaikum. Jadi tidak pernah ada larangan mengucapkan selamat hari raya. Itu yang membuat saya nyaman, bisa bersilaturahmi dengan banyak saudara-saudara saya, apapun agamanya. Tapi kadang saya juga ketemu dengan pastor yang fundamentalis. Tapi saya sudah punya filter sendiri, sehingga saya bisa memilah mana yang tidak cocok dan cocok untuk teman diskusi saya. Tapi dalam berelasi, kami tetap saling menghormati.

JIL: Sebagai aktivis pembela hak-hak perempuan, apa makna agama atau keberagamaan bagi diri anda sekarang?

Agama menurut saya adalah sebuah rambu-rambu bagi saya untuk menjalani hidup ini. Jadi sebuah rambu-rambu jalan saja, di mana saya bisa mengkritisinya. Makanya, secara kelembagaan, saya sering mengkritik agama Katolik. Bagaimana dia memposisikan perempuan, itu tetap saya kritisi sampai sekarang. Misalnya kenapa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin atau imam. Saya tanya teman-teman pastor: “Sebenarnya ada tidak sih dasar Biblis-nya bahwa perempuan itu tidak boleh menjadi pastor, menjadi imam?” Mereka bilang tidak ada, dan itu hanya semacam tradisi. Artinya itu bisa diubah. Bagaimana mengubahnya dan kapan usaha itu akan berhasil, itulah yang menjadi persoalan. Nah, kalau sudah mikir-mikir begitu, Islam sebenarnya lebih terbuka terhadap perempuan. Akhirnya ada pikiran seperti itu.

Saya juga mempertanyakan sikap Katolik dalam soal pernikahan beda agama. Menurut Katolik hal itu boleh. Tapi pertanyaan kritis saya, kenapa anak-anaknya harus berjanji untuk tetap setia memeluk Katolik? Makanya secara kelembagaan saya tidak ngotot; pokoknya tradisi ini atau itu harus diperjuangkan. Tidak. Nah, tentang pertanyaan anda sebelumnya, apakah saya ini Katolik beneran atau—istilah anda true believer—tidak sih? Ya terserah saya mau disebut Katolik apa. Terserah orang mau menilai saya seperti apa. Bagi saya yang penting adalah apa yang saya yakini, yang saya imani, yang saya jalankan. Soal apakah saya sudah berbuat yang baik atau tidak, bukan orang yang menilainya. Tuhan yang menilainya. Persoalan saya akan masuk ke neraka atau surga, itu juga bukan urusan saya. Tidak penting saya mau diletakkan di mana, yang penting saya diberi rambu-rambu-Nya agar saya masuk dalam rambu-rambu Tuhan. Sebab, acuan saya adalah teladan Yesus.
Sumber : http://islamlib.com/id/artikel/pendidikan-agama-jangan-menakut-nakuti/

36 komentar:

  1. Semoga tulisanku ndak mubazir, berguna n ada benarnya. tengs udah mau baca.

    Salah satu Sabda Bahagia Yesus :"berbahagialah yang lapar dan haus akan kebenaran, sebab mereka akan dipuaskan". menurut saya telah dirasakan oleh mbak budhis utami.

    Saya katolik. saya mau biasa saja. bukan memunculkan 'kata2' agama dengan sombong atau angkuh dipermukaan, yang kumau adalah penghayatannya dalam diriku dan memunculkannya dalam kebersamaan hidupku dengan semua ciptaan tuhan.

    saya setuju dengan yang disampaikan Johan Goethe:" hanya kebenaran yang menjadi diri kita adalah diri kita sebenarnya"

    karena kebenaran itu adalah makanan yang enak yang sudah disediakan bagi setiap orang.

    berbahagialah yang berjalan di jalan yang benar.
    karena ia akan melihat begitu indahnya jalan itu. hehe...

    yah. the last but not least. Matur Tengkiu untuk Bapak, Mas Jesus dan sahabat Roh Kudus atas hidup indah yang boleh saya nikamti. atas alam semesta yang indah, bumi yang juga (semoga) indah, atas binatang2 yang sangat kusenangi, pohon2 yang menari-nari, air yang gemericik suaranya, atas senyum keluargaku, temanku. meski
    mereka belum sikat gigi tapi terima kasihlah atas senyumnya (tapi baiknya sikat gigi, ntar giginya di copot tukang buru harta karun, abiz udah kayak emas, hee..he)

    Pro Ecclesia et Patria!!
    Endro. PMKRI Cab. Palembang.

    BalasHapus
  2. Saya sangat kagum kepada Anda yang telah berani untuk mengungkapkan jalan hidup Anda disini... suatu pilihan hidup yang teramat sulit..Salut...

    BalasHapus
  3. Saya pun sama dgn mb .... Saya lahir jelas dr latar belakang seorang muslim.
    Saya besar n d sekolahkan dan d ajarkan agama islam.... Bedanya
    Y
    Klo saat saya kecil saya tiap tgl 24desember tengah mlam saya pasti terbangun dgn suka cita dan membayangkan santa datang setelah saya buat permohonan.kira2 saat sd n smp tiap tahun sperti itu.

    Selepas itu saya sering terpikir takut mati...nah dari situ saya mulai belajar agama lain ... Tapi saat usia belasan saya masih takut untuk mngakuinya karena saya pikir saya masih perlu biaya jadi saya hnya bisa bergumul sendiri.

    Dan setelah besar... Saya menikah dengan seorang muslim yg taat agama karena dy dari banten ... Tapi gk lama kemudian rasa takut akn mati itu datang kmbali padahal saya jg rajin puasa n shalat... N suatu mlm saya liat acra tv yg mnayangkan muzijat itu nyata acra dari agama kristen .pd mlm pertma sya liat diam2 tapi mlm selanjutnya jd acra favorit saya dan akhirnya suami saya tau.n puji tuhan dy ngerti karena saya bilang saya hny ambil hikmahnya.

    Singkat cerita saya udh bnar2 yakin ingin pindah agama .. Sama sperti yg d ats jadi saya harus memilih ...tapi bukan hanya keluarga tapi jg suami karena suami saya menentang keras !

    Dan saya pikir itu dosa terbesar q karena saya tinggallan suami n memilih memeluk agama lain yaitu katholik... Dan saya berfikir saat itu jika suami mau ikut atau terima dgn kputusan saya pasti sya lbih bisa terima tapi suami saya saat itu bersikeras tidak mau jd say putuskan pisah.

    Dan akhirnya saya jlni hidup sendiri dengan masalah baru hal asuh ank

    Dan dgn hak asuh ank pujituhan keluarga mau bantu agr hak jd milik saya karena saat itu keluarga tidak tau alasan kita pisah

    Dan akhirnya saat sendiri itu yg saya mulai belajar ke gereja tanpa ad yg mndampingi karena memang tidak mudah masuk katholik
    Singkat saya bertemu dgn laki2 n saya memutuskan untuk menikah tapi luar biasa dgn suami yg mau terima keadaan saya yg masih d bilang islam karena blm d baptis.
    Setelah sy melahirkan ank k2 saya yakin untuk baptis n menikah d gereja

    Masalah tak berhnti hujat klg menghampiri ... D usir ibu kandung ... (Papa alm) dan saya pun pergi ... Sblumnya saya jelaskan "ma maaf saya memutuskan smua ini tanpa restu mama tapi saya harap suatu saat mama mngerti n mama tau alasan ku.karena percuma saya paksakan islam kalo saya sllu ketakutan n tdk mnemukan damai sejahtera .sekarang saya minta mama mengerti keputusan saya karena semua saya yg merasakan.."sampe bln mama gk bisa maafin aku jg kelbes tapi saya sllu berdoa yg akhirnya mereka welcome kembali

    Dam sekarang saya hidup jauh lebih tenang karena tuhan yesus zllu mnyertaiku... Dan say berdoa smoga ibu dan adik ku bisa mngikuti aku ....amiiiiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Manusia di beri kebebasan tuk memilih ternyata pilihanmu sudah tepat kok, ikuti kata hatiMu. Kenapa kita takut pada sesama manusia???, takutlah akan Tuhan yang punya kuasa terhadap nyawamu, bahkan jumlah helai rambut di tubuhmu pun sudah terhitung.Totus Tuus Ego Sum et omnia mea tua sunt. Accipio te in me omnia. - aku adalah milikMu Dan segala milikku adalah milikMu. Engkau kuterima dalam diriku seluruhnya.

      Hapus
    2. Manusia di beri kebebasan tuk memilih ternyata pilihanmu sudah tepat kok, ikuti kata hatiMu. Kenapa kita takut pada sesama manusia???, takutlah akan Tuhan yang punya kuasa terhadap nyawamu, bahkan jumlah helai rambut di tubuhmu pun sudah terhitung.Totus Tuus Ego Sum et omnia mea tua sunt. Accipio te in me omnia. - aku adalah milikMu Dan segala milikku adalah milikMu. Engkau kuterima dalam diriku seluruhnya.

      Hapus
    3. Manusia di beri kebebasan tuk memilih ternyata pilihanmu sudah tepat kok, ikuti kata hatiMu. Kenapa kita takut pada sesama manusia???, takutlah akan Tuhan yang punya kuasa terhadap nyawamu, bahkan jumlah helai rambut di tubuhmu pun sudah terhitung.Totus Tuus Ego Sum et omnia mea tua sunt. Accipio te in me omnia. - aku adalah milikMu Dan segala milikku adalah milikMu. Engkau kuterima dalam diriku seluruhnya.

      Hapus
    4. Doa Novena sunguh sangat Luar Biasa .. saya menghadapi persoalan business dan preatasi yg hampir dikatakan tidak mungkin bisa menang dan berhasil .. hanya dengan ketekunan dan kepercayaan serta berserah Pada Tuhan YME dengan diperkuat oleh DOA NOVENA pengharapan saya terkabul ..GBU all

      Hapus
  4. Mengucap syukur atas terkabulnya doa Novena Tiga Salam Maria. Jangan

    BalasHapus
  5. Mengucap syukur atas terkabulnya doa Novena Tiga Salam Maria. Jangan

    BalasHapus
  6. semoga Tuhan memberkati selalu

    BalasHapus
  7. Mengucap syukur atas terkabulnya Doa Novena Tiga Salam Maria...Terimakasih Bunda Maria...Terimakasih Tuhan Yesus....

    BalasHapus
  8. Saya sangat berterima kasih kepada Bunda Maria yg sdh mengabulkan permohonanku.. Waktu thn 2014 sy hamil dan ingin sx mendapatkan anak perempuan, krna anak saya yg pertama laki2.. Lalu sya berdoa novena 3 Salam Maria.. Dan Puji Tuhan.. Anak saya Lahir Perempuan..

    BalasHapus
  9. Thank God.. Terima kasih Bunda atas terkabulnya doa Novena Salam Maria. Amin.

    BalasHapus
  10. Thank God.. Terima kasih Bunda atas terkabulnya doa Novena Tiga Salam Maria. Amin

    BalasHapus
  11. Terima kasih atas terkabulnya Novena Tiga Salam Maria. God is good.. Amazing. Amen.

    BalasHapus
  12. Terima kasih atas terkabulnya Doa Novena Tiga Salam Maria, saya yakin Bunda tidak akan meninggalkan umatnya yg percaya dan manaruh harapan padaNya.

    BalasHapus
  13. Terima kasih Bunda ... Engkau slalu ada untuk aq... puji syukur Engkau mengabulkan permohonanku

    BalasHapus
  14. Puji syukur atas terkabulnya Novena Tiga Salam Maria... Engkau menjadikan aq lebih dari seorang pemenang...

    BalasHapus
  15. Puji Syukur atas belas kasih Bunda Maria telah terkabul doa Novena 3 Salam Maria saya...

    BalasHapus
  16. Puji syukur atas kasih bunda Maria yang selalu mengabulkan doa Novena 3 Salam Maria saya.. Sunggu luar biasa..

    BalasHapus
  17. Mengucap syukur atas terkabulnya doa novena ..1langkah dikabulkan..dan smoga permohonanku ttg kesembuhan anakku dikabulkan...amin

    BalasHapus
  18. Saya sedang menghadapi kesulitan dan tidak tau harus berbuat apa. Saya sudah pacaran selama 6 tahun lebih,tapi orangtua dari pihak pria tidak menyetujui hubungan kami, karena perbedaan negara, bahasa, budaya, dan agama.
    Saya sudah mendoakan novena 3 salam maria ini selama 9 hari berturut-turut, tapi permohonan saya belum terkabulkan. Tapi saya tidak mau putus asa dan akan selalu mendoakan novena ini. Saya yakin Bunda Maria dan Tuhan Yesus punya rencana terbaik untuk saya, dan akan menjawab doa saya tepat pada waktunya. Amin. Saya juga mau mohon bantuan teman-teman sekalian untuk dapat membantu saya dalam doa agar orangtua pacar saya bisa merestui hubungan kami dan agar Tuhan Yesus menjamah hati pacar saya supaya ia bisa menerima Tuhan Yesus dalam hidupnya. Terima kasih, Gos bless all of us.

    BalasHapus
  19. Terima kasih atas terkabulnya doa novena tiga salam maria atas terjualnya tanah orangtua saya untuk menutup kewajiban hutang kami. Saya tidak akan berhenti berdoa novena tiga salam maria. Terima kasih bunda maria, engkau sungguh baik kepada keluarga saya. Amin.

    BalasHapus
  20. Terimakasih atas terkabulnya doa novena tiga kali salam maria..permohonan untuk memiliki keturunan dr rahim saya sendiri dikabulkan setelah 4 tahun kami berusaha..setiap doa novena tiga kali salam maria yang saya panjatkan slalu dijawab dan dikabulkan..puji Tuhan dan terimakasih tak terhingga kepada Tuhan dan bunda perantara ku yang slalu mendoakan ku..amin

    BalasHapus
  21. Sy baru mendoakan doa novena 3x salam Maria semoga apa yag menjadi permohonan Sy sklrga utk kesembuhan buah hati kami yg saat ini sedang sakit dpt terkabulkan Yesus Kristus melalui perantaraan bunda Maria... Amin.

    BalasHapus
  22. Terima kasih atas terkabulnya doa novena yang saya jalankan saya percaya akan kuasaMU

    BalasHapus
  23. Matur sembah nuwun atas terkabulnya doa Novena Tiga Salam Maria.

    BalasHapus
  24. Saya memang belum menjadi umat katolik tetapi saya merasa nyaman dengan ajaran katolik since sejak kecil saya sekolah di sekolah katolik. Bulan september saya sudah berdoa novena 3 salam maria, ttp blm dikabulkan. Saya semakin giat dan khusyuk berdoa dan sekarang saya sedang menjalankan doa novena 3 salam maria lagi, saya harap Bunda Maria dapat mengabulkan doa saya kali ini.. Amin..

    BalasHapus
  25. Sangat mengucap syukur akan mukzizat Mu melalui doa novena tiga salam Maria, doa yg sy panjatkan dikabulkan. Sungguh dahsyat kuasaMu Tuhan Yesus.

    BalasHapus
  26. Kenapa aku masuk katholik ya...karena di dlm ajaran selalu ada kasih....semoga aku bisa mjd katholik yg baik u bisa nenebar kasih dengan orang lain....doa novena 3 x salam Maria ..selalu mengabulkan doa kami fan sebagaibkekuatan iman bukan semata mata krn dikabulkan ttp krn disitulah ada kasih karunia ..bersukur sekali Tuhan menjamahku dan mjd kan aku katholik..ya..inilah munjijat dmn setelah dewasa saya bisa menemukan kasih dlm ajaranmu dan engkau pertemukan aku dengan wanita luar biasa yaitu istriku(maaf saya katholik bukan krn pernikahan tetapi waktu saya SMP klas 3 saya mjd katholik)dan Tuhan memyertai hidupku bersama kasih bunda Maria dan kasih Yesus dan kelg kudus amin

    BalasHapus
  27. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  28. Terima kasih Bunda.Engkau mengabulkan permohonanku.

    BalasHapus
  29. Terimakasih Bunda Maria yg telah mengabulkan permohonan hamba.

    BalasHapus
  30. Saya sedang menjalani doa novena ini agar masalah keluarga ini berakhir dengan baik. Semoga kasus penjualan tanah orang tua saya terselesaikan dengan secepatnya. Pembeli mau melunasi sisa pembayarannya dengan secepatnya.
    Mohon kekuatan doa dari bunda Maria terkabul amin

    BalasHapus
  31. Terima kasih Puji Syukur terkabulnya doa Novena Tiga Salam Maria pada ujub yang lalu, kini saya sedang menjalani doa Novena dengan ujub yang lain, semoga dikabulkan, Amin

    BalasHapus